Wednesday, July 15, 2015

THR--- Tantangan Hari Raya (Post Laparatomy and Appendicitis Surgery): Pengalaman Pelayanan BPJS di Hermina Depok

Halo halooo... akhirnya saya nongol lagi. Kali ini mau sharing soal operasi yang saya jalani tanggal 7 Juli lalu. 

Jadi, sudah sekian tahun ini tubuh saya terindikasi ada kista yang bersarang nempel di ovarium kiri. Dari sebelum nikah pun sudah tau, tapi dokter-dokter kandungan yang saya temui kok ya cenderung santai. Mungkin karena ukurannya 'baru' 3 cm-an. Setelah nikah, ketar-ketir dong ya kok belum juga punya dedek. Hehe... Akhirnya periksa di RS Bunda Depok sama dr. Dian Indah Purnama SpOg, yang melihat bahwa kista saya ini (yang akhirnya membesar jadi 6 cm) baiknya dibuang dulu kalo mau program. Nah gitu kek ya jelas mesti ngapain. Tapi, tapi, tapiiii.... banyak juga yang mesti saya lakukan sebelum bener-bener operasi. Sebenernya mungkin kombinasi males juga yang bikin jadi lama.

Dokter Dian nyuruh saya untuk ke dr. Andi Darma Putra SpOg Onk. Intinya ini dokter cihuy, dokter subspesialis dan saya ketemunya di poli eksekutif Hermina Depok untuk melihat apakah kista saya ini bahaya dalam artian ada ngarah-ngarah ke kanker di kandungan gitu atau nggak. Oh iya sebelumnya saya tes CA 125 dan alhamdulillah hasilnya oke. Trus apa kata dokter Andi? Beliau memeriksa dengan teliti pake alat-alat canggih di ruangannya. Rada takut-takut sih ya ada apa di tubuh saya ini, soalnya semacem "serius amat sih gw sampe masuk ruangan eksekutif segala". Tapi alhamdulillah dugaan dokter Dian dan dokter Andi sama: ini kista jinak, paling isinya cuma semacem ingus aja. Kesimpulan: kista musinosum ovarium kiri (jinak). Alhamdulillah. Tapi lagi-lagi dokter Andi bilang: "buang deh itu kistanya dulu". Tuh kan ah, berarti kan mesti operasi ya.

Balik ke dokter Dian, terucaplah kata aneh itu: "Hmmm ini nggak bisa laparoscopy... mesti laparatomy". Apa itu? Ternyata perutku sayang ini artinya mesti dibelek gede macem orang operasi caesar gitu. Ya sudahlah mari kita urus saja...

Karena pakai BPJS, mulailah saya urus-urus surat di PPK 1 di Puskesmas Depok Jaya. Oh iya, kalo minta rujukan mending datang siang (asal sebelum jam 11) lebih singkat prosesnya karena kalau pagi ruame buanget puskesmas itu. Saya minta ke RS HGA (waktu itu mikirnya ini RS relatif baru dan kayaknya oke ngelayanin BPJS). Tapi apa daya? Aku lelah dengan proses seperti ini:

- datang sebelum jam 7 untuk naro nomor informal (dicatet sama satpam pake pensil)
- datang lagi jam 2 siang ambil nomor beneran di bagian pendaftaran
- baru datang jam 7an buat periksa sama dokter yang nggak sampe 5 menit dengan muka males-malesan sama pasien BPJS dan ngelempar gw gitu aja balik ke Puskesmas dengan penjelasan yang bikin jadi ngomong "gak ke usah ketemu elo juga gw tau" #emosi :D

Ya sudahlah saya males bahas bikin kesel. Akhirnya saya balik lagi ke Puskesmas untuk pindah RS. Trus galau milih RS, dan karena pengalaman di HGA jadi pengen langsung ke RS Fatmawati aja. Kenapa males ke RSUD Depok? Rasanya jauh cyin, trauma pula gara-gara waktu mau tes narkoba buat persyaratan jadi PNS mesti nungu dokter 4 jam lebih rasanya tuuuhhh... ya gitulah... Tapi kata bu dokter puskesmas: "Duh, RS di Jakarta nggak mau lagi langsung terima dari Depok, jadi mbak mesti pilih RS GPI, Hermina, HGA, Bhakti Yudha atau RSUD Depok. Kalau dari mereka nggak bisa baru bisa ke Jakarta, nanti merekanya yang ngerujuk." Oh well.... baiklah. Trus jadi melas sambil nanya, "Dok, RS mana yang ramah sama pasien BPJS, saya sedih kalo kayak dilempar-lempar." Dan akhirnya bu dokter merujuk ke RS Hermina.

Di Hermina-lah perjalanan dimulai. Pertama saya daftar ke bagian BPJS masih di lobby lantai 1 (pas akhir proses selesai tempat pendaftaran sudah pindah di lantai 5), pasrah dong ya dikasih dokter siapa. Nggak bisa milih. Nah, alhamdulillah di RS Hermina Depok ini pelayanan relatif cepat. Saya datang jam 6:30 (karena kan mesti numpuk antrian dulu) trus jam 8 sudah dipanggil untuk naik ke lantai 3 ke poli ibu (bagian kandungan dan kebidanan). Dapet dokter namanya dr Fahmialdi SpOg. Dokter ini ramah banget, aku terharu.... Ya walaupun BPJS ini kan sebenernya hak pegawai ya, tapi dengan kondisi kayak sekarang ini jadi kayak orang mengenaskan gitu, saya jadi sensitif karena bukan anak asuransi. Hehehe... Padahal ya gimana, akuh kan pegawai juga dan bayar juga ya. Di sisi lain pun pahaaaaammmmm banget bahwa para dokter dibayar di bawah biaya biasa. Ya jadi nggak enak, nggak enakan lah ini hati.

Tapi.. dokter Fahmi ini ramah, telaten, ditanyain satu per satu sampe ditanyakan "Apa sudah sepakat operasi dengan suami". Detil lah pokoknya. Di akhir sesi saya disuruh konsul ke dr. Denny Dhanardono SpOg (yang ternyata adalah dokter subspesialis infertilitas). Kenapa saya mesti konsul ke beliau? Ini karena dokter Fahmi concern banget supaya saya cepet hamil jadi diagnosanya mengarah ke: cek deh ini kista ganggu nggak kalau mau program hamil. Jadiiii..... akhirnya yang ditulis dokter Fahmi di lembar konsul adalah: 1. infertilitas 1 tahun 7 bulan (interpretasi saya dari kalimat ini: kondisi belum hamil setelah menikah 1 tahun 7 bulan. Tapi interpretasi RS adalah: LO MAU PROGRAM HAMIL YA KOK PAKE BPJS???) 2. kista ovarium kiri. 

Tips pasien BPJS: perhatiin hasil diagnosa dokter jangan sampe terjadi salah paham yaaa...

Buat kasus saya, mungkin soal infertilitas bisa ditulis di notes aja jangan didiagnosa. Saya nggak nyalahin pak dokter baik yang udah bantu saya, tapi kadang, begitulah salah paham bisa terjadi. Sebenernya mah niat hati ini dari awal kan cuma mau 'buang kista' ya, kalau program hamil mah sadar diri juga saya bakalan bayar sendiri. Terbukti saya juga ikutin saran sampe ke dokter Andi Darma yang cost-nya itu sampe 1,8 juta buat sekali periksa. Tapi ya namanya juga ikhtiar kan ya. 

Ok lanjutannya gini, akhirnya saya daftar lagi antri di lantai 5 untuk kejar jadwal dokter Denny. Mulailah terjadi drama-drama itu seperti: "Bu, ini nggak bisa dicover BPJS". Saya ngeyel dong karena kata dokter dan perawat tempo hari, diagnosa utamanya soal kista. But, what's written is more important than what was said. Akhirnya saya dapet notes untuk "ya udah silahkan bu ke poli ibu".Ternyata pas saya ke poli ibu dibahas lagi itu poin infertilitas. Lama-lama harga diri saya kok ya terluka, bukan apa... mungkin para perawat hanya menjalankan tugasnya, tapi saya kan juga hanya menyampaikan tugas saya. Intinya, saya mengalah dari argumen karena memang sudah beda stand point-nya. Saya bayar pribadi untuk konsul ke pak dokter subspesialis ini.

Seperti umumnya dokter-dokter di Hermina ya, dokter Denny juga ramah, malah sering bercanda jadi suasana santai. Tapi buat saya yang terpenting adalah: apa nih diagnosanya? Dan seperti yang sudah saya duga, senada dengan dokter Dian dan dokter Andi: ini kista nggak ada hubungannya dengan program hamil, tapiiii... kalau mau program enaknya dibuang dulu karena kalau jadi besar nanti akan mengganggu organ reproduksi saya. See.... mbak perawat, ini nggak ada hubungannya sama program. Ah ya sudahlah, tapi sudah begitu saja. Dokter Denny 'mengembalikan' saya ke dokter Fahmi dengan hasil diagnosa tadi. Esok harinya, saya datang lagi mengejar jadwal dokter Fahmi di antrian BPJS sejak jam 6 pagi cuma untuk mengetahui bahwa: saya sudah putus rujukan BPJS karena kemarin sudah bayar pribadi dan diagnosa 'infertilitas' sudah terinput yang menyebabkan tidak ter-covernya tindakan. Dalam hati sih nanya: "emang gak bisa ya itu dicoret aja?" 

Akhirnyaaaa.... saya mesti balik ke puskesmas untuk bikin rujukan lagi buat ketemu dokter Fahmi. Capek? Banget... bosen juga, tapi udah nanggung ini, masa berhenti sih? Hehe... Saya kejarlah dokter Fahmi di tanggal 30 Juni. Untuuuunggg perawat yang jaga beda, ya kalo sama nggak apa-apa juga sih, tapi aku lelah dipandang salah paham gitu. Hihihi... 

Saya diperiksa lagi sama dokter Fahmi dan akhirnya: "seminggu cukup nggak ya persiapan?" yang dijawab oleh perawatnya "cukup, bisa kok dok". Jadilah.... akhirnyaaaa... saya denger juga itu kalimat: tindakan laparatomy untuk ambil kista dijadwalkan tanggal 7 Juli jam 10 ya bu. Singkat, padat, jelas.... Itu yang saya butuh setelah berbulan-bulan galau. Hehe...

Dari situ, masih rada panjang perjalanan, karena saya mesti cek apakah tindakan saya ini dicover BPJS atau tidak. Kalau tidak, suami sudah bilang, yuk pake asuransi dari kantor dia saja daripada berlarut-larut masalahnya. Eh tapi alhamdulillah rejeki bulan ramadhan, ternyata tindakan ini bisa dicover dengan notes dari orang administrasi "sebenarnya ini tergolong operasi besar bu, tapi kita taro di sedang ya". Iya, whatever, saya cuma pengen yang benernya aja gimana. Nah, dari situ banyak jadwal yang mesti saya lakukan (satu hari satu jadwal)

- 30 Juni: konsul dokter Fahmi (pernyataan mesti laparatomy tanggal 7 Juli)
- 1 Juli: cek lab (darah)--pagi dan bawa hasilnya ke dokter penyakit dalam--sore
- 2 Juli: ketemu dokter anestesi
- 3 Juli: cek lab ada yang ketinggalan katanya untuk jantung dan konsul dokter Fahmi lagi

karena tanggal 3 Juli dokter Fahmi sedang ada tindakan di RS Hermina Ciputat, jadi setelah datang buru-buru dari jam 6, dipanggil jam 8:30 dan dapat hasil lab jam 10:30 barulah saya bisa pulang. Akhirnya bisa menyiapkan diri beneran di rumah.

The Day
Saya dan suami mulai bermalam di RS Hermina Depok tanggal 6 malam selesai tarawih di kelas 2 (iya, kelas 1 nya penuh, biarin yang penting cepet kelar :(.....). Disuruh puasa makan dari jam 2 dan puasa minum dari jam 7. Trus persiapannya apa aja semalaman itu? Saya pikir mah istirahat aja. Ternyata ada macem:

- cek tensi rutin
- jam 1:58 ada perawat datang masukin obat pencahar lewat anus sebanyak 2 botol yang katanya reaksinya cepat sekitar 10 menit (gw mah boro-boro begitu kelar dimasukin langsung lari ke WC *anaknya sensitif dimana-mana :D)
- mungkin jam 4-an perawat ngecek daerah yang akan dibedah, dan dibersihkan
- jam 7an masukin obat pencahar lagi 1 botol. Udah pasti kosong lah itu perut saya ya
- jangan lupa mandi sepuas-puasnya karena pasca operasi cuma bisa dilap-lap aja itu badan
- jam 8:45... jam yang paling saya benci karena mesti suntik skin test. Ini dulu udah pernah suntik waktu kena DBD bareng tipes, eh disuntik lagi, padahal saya udah dengan koar-koar bilang saya nggak ada alergi. Tapi ini prosedur lah ya daripada kenapa-kenapa. And as I guess, masih sakit luar biasa ini suntikan, bukan kayak digigit semut, tapi kayak itu semutnya nyiksa di dalam kulit kita -__-

Jam 9 meluncurlah saya ke ruang tunggu operasi. Ganti baju, pasang infus, ngobrol haha-hihi sama suami, ibu, dan bapak saya hingga akhirnya saya dijemput tempat tidur berjalan itulah apa namanya. Perawat-perawat berbaju hijau mulai siap-siap. Since mata saya minus 4,5 alhamdulillah ajalah ya nggak jelas ngeliat kemana-kemana. Means, gw gak bakal ngeliat darah. Yeay....

Entah jam berapa, dokter Fahmi datang sudah lengkap dengan pakaian operasi. "Nggak cemas kan?" Duh dok.... manalah bisa saya nggak cemas, tapi tetep jawab "biasa aja dok". Hahahaha... anaknya gengsian abis. Dokter Fahmi bilang mau skalian ngetes saluran tuba saya pakai cairan sehingga saat program hamil nanti nggak usah tes HSG. Oh baiklah....

Lalu, masuklah saya ke ruang tindakan. Untung semua orang santai, baik perawat maupun dokter-dokter. Iyaaa.... ada dokter anestesi mungkin sama dokter penyakit dalam juga di situ. Blur euy mata eike. Kenalanlah saya sama dr. Widjanarko SpAn. yang ikut meracau kayak saya di ruang operasi. Jadi, untuk operasi ini saya akan dibius setengah tapi dibikin tidur juga. Namanya anestesi spinal yang menyuntikkan bius di tulang belakang. Sebelum saya tanya, dokter Widjanarko sudah bilang bahwa rasanya hanya seperti ambil darah disuntiknya. Oh baeklah.... nggak ada apa-apa dibanding skin test tadi. 

Saya pun didudukkan dengan posisi bungkuk, yang kata dokter Fahmi dan dokter Wid, posisi saya sudah canggih. Kemudian, seperti tusukan jarum akupuntur, kaki saya mulai kesemutan, mati rasa dan saya pun tumbang.... Bangun-bangun ternyata kedinginan dan proses operasi sudah selesai tinggal menyatukan kulit perut (duh bahasa gw). Nggak ada mimpi lho, kirain mah kalau dibius kayak ada mimpi-mimpi apa gitu. Ketika bangun dokter Fahmi langsung bilang: "Bu, kistanya, sudah diambil ya, saluran tuba juga sudah dites bagus. Trus, ternyata ada usus buntu kronis, tadi sudah konsul dengan dokter Hendrik spesialis penyakit dalam dan dengan persetujuan suami ibu sudah kami angkat, boleh ya bu?" Ehhh... apanya yang "boleh ya bu?" kalo udah kelar. Hehehehehehe.... Ya intinya saya mah pasrah aja ya, karena kuasa pisau bedah hanyalah milik dokter semata saat itu. Alhamdulillah pun sudah selesai tinggal menunggu hasil lab jenis kista dan usus buntunya.

Pasca Operasi
Gimana rasanya? Akuuuu kedinginan buanget... jadilah dikasih selimut 3 lapis dan langsung ketemu sama suami dan ortu tercinta yang kata mereka "lama bangetttt di dalam". Ternyata operasi makan waktu 2 jam. Infus dan kateter juga udah terpasang di badan saya, nggak tau kapan itu dipasang. Ah, saya pun laper selesai operasi dan boleh aja gitu langsung minum teh sama makan 4 potong biskuit. Tapiii, belum boleh gerak-gerak dulu, baru boleh duduk dan latihan jalan setelah 24 jam. Sekitar 2 jam pasca operasi saya mulai bisa merasakan kaki dan dipindah ke kamar. Rasanya, kaki aku kayak jelly, rapuh banget, dan karena nggak boleh duduk akhirnya pindah-pindahnya ngesot terlentang. Meski nggak boleh duduk, tapi perawat nyuruh untuk coba hadap kanan kiri biar nggak kaku perutnya. Dan bergerak pun ternyata memperlancar keluarnya angin lho.

Gimana rasanya setelahnya? Alhamdulillah nggak muntah, nggak mual, cuma pengen buru-buru keluar dari RS. Hehehe... Pokoknya intinya mah, ikutin aja apa kata orang RS, insya Allah cepet pulihnya ya. Walau ada juga lah ya fase-fase malesin macem masukin antibiotik lewat anus (again). Hiks... Ya kan mesti gitu ya.

Trus 24 jam setelahnya... antara bahagia sama tersiksa. Yuk, latihan jalan, ini artinya, infus dicabut, kateter dilepas. Cabut infus sih biasaaaa.... Lepas kateter, Ya Allah Gusti.... sakitnya nggak saya duga, hehehe... Tapi ya sudah alhamdulillah mulai bisa pelan-pelan gerak. Sore hari, dokter penyakit dalam visit dan menjelaskan tindakannya. Katanya, usus buntu saya ini masih KRONIS belum AKUT (oh those two terms mean different ya?). Kata dokter Hendrik, mungkin 4 bulanan lagi kalo nggak diambil baru terasa sakitnya. Dalam hati, alhamdulillah kalo begitu daripada perutku dua kali dibelek. 

Lepas maghrib, dokter Fahmi yang visit untuk cek kondisi dan ganti perban tahan air. Besok sudah boleh mandi biasa katanya dan sudah boleh keluar RS. Alhamdulillaaaahhh... Saya juga sudah boleh makan apapun dan dikasih jadwal kontrol tanggal 14 Juli. Jadilah, keesokan harinya saya pulang ke rumah...

Perawatan di rumah, ya sebenernya santai aja sih. Cuma saya masih belum berani sholat normal, masih dalam posisi duduk. Mandi juga pelan-pelan. Saya pun sudah coba puasa mulai H+3 operasi, alhamdulillah so far bisa kuat. Yang bikin eneg itu sebenernya kombinasi 2 obat antibiotik, 1 obat nyeri, plus penambah darah. Nggak tau bahannya apaan, yang jelas, nafas, keringet, BAK, BAB, berbau obaaattt semua. Itu yang bikin mual, walau angin di dalam tubuh kayaknya buanyak banget mesti keluarnya. Alhamdulillah saya juga lancar BAB. Ini serius sih, kalo nggak bisa BAB diresepin dulcolax yang mesti masuk lewat anus. No...no...no.... setres gueeee kalo itu mesti masuk lagi. Jadilah suplai aja buah-buahan dan jus buah di rumah untuk mempercepat proses penyembuhan.

Tepat seminggu setelah operasi, tanggal 14 Juli, saya kontrol ke dokter Fahmi. Udah bisa mbonceng motor dong. Alhamdulillah, hehe... saya semangat mudik soalnya... Dari hasil kontrol alhamdulillah semua membaik dan saya boleh mudik, boleh beraktivitas biasa juga. 

Trus pas kontrol ngapain? Itu, lem-nya dibuka trus ganti perban lagi karena luka di sisi kiri masih kurang kering, tapi sekitar 3 hari sudah boleh lepas perban. Saya USG abdomen juga dan diperlihatkan sudah oke rahimnya dan bebas kista. Alhamdulillaahhhh.... 

Soal biaya gimana? Alhamdulillah semua ditanggung BPJS, kecuali perban anti air dan beberapa obat yang totalnya tidak sampai Rp. 150.000,- :)


Sekilas soal Pak Dokter
Di akhir kontrol, saya sempat melihat jaket yang dipakai Pak Dokter ternyata ikut ikatan dokter Serang atau apalah, dan ternyata dokter Fahmi ini kenal sama Om saya yang dokter bedah di RSUD Serang. Dari Om saya, taulah saya kalau dokter Fahmi ini pernah menjadi dokter teladan Sumut. Dan saya pun merasa bersyukur. Alhamdulillah baik banget ini orang sama saya, concern banget sama ikhtiar saya dan suami. 

Ya, begitulah cerita panjang proses operasi saya pakai BPJS di RS Hermina Depok. Insya Allah ya sehat terus... mudik dan liburan juga semoga lancar semuanya :). Alhamdulillah pun punya suami tercinta yang baiiiiikk buanget mau urus ina itu, plus ibuku yang tiada lagi kuragukan cintanya padaku, plus Bapak dan adik-adik serta teman-teman. 


Ya inilah cerita Ramadhanku....

11 comments:

Anonymous said...

IEDDDD DIRIMU UDAH OPERASI? Ya Allah maap nggak tau. Gila hebat Ied, gue aja disuruh operasi amandel gue takut banget. Semoga abis dari sini lancar ya Ied proses hamilnya. Aamiin...

ied said...

Hai Mitaaaa.... Iya alhamdulillah akhirnya beres. Aamiin buat doanya. Sumpah pas operasi mah gak berasa kan dibius. Lagian jaman sekarang udh canggih gak usah takut2 lagi. Semangat mit buangin sampah tubuh. Hihi.... Ayo ayoo jgn takut..

ayumi collection said...

Tulisannya membantu banget, seminggu yg lalu abis laparatomy kista ovarium juga. Tulisan mbak bikin saya gak terlalu freaked out dgn operasinya. Makasih ya mbak. Semoga mbak segera diberikan keturunan yang baik. Amin

ayumi collection said...

Tulisannya membantu banget, seminggu yg lalu abis laparatomy kista ovarium juga. Tulisan mbak bikin saya gak terlalu freaked out dgn operasinya. Makasih ya mbak. Semoga mbak segera diberikan keturunan yang baik. Amin

ied said...

Makasih Mbak Ayumi... Semoga cepat pulih ya. Saya pokoknya banyak konsumsi buah, rajin gerak, dan minum herbal juga. Alhamdulillah baik-baik saja :)

-oui=-k said...

Mba ied, mba aq ada folip plus kista mba,ketahuan setelah check di penang,keliling rs di jakarta dokternya ga nemu. Mba skg gmn keadaan kistanya mba?maaf mba kistanya mba numbuh lg apa ga ya?soalnya temen aq operasi kista juga di hermina skg kistanya numbuh lagi. Aq jd takut mba,takut ga bersih gitu..Mohon informasinya ya mba,,soalnya kalo operasi di penang mahal 25 juta biayanya, rencana mau pake bpjs juga kaya mba di depok.
Makasih ya mba sebelumnya,,,
Vita.

ied said...

Hallo mbak Vita, setau saya kista itu jenisnya banyak. Kebetulan kista saya yang jenis bisa dibuang. Alhamdulillah kontrol 3x pasca operasi di Hermina juga nggak tumbuh lagi. Untuk kasus teman mbak, sepertinya bukan karena nggak bersih tapi memang karena jenisnya. Temen juga ada yang seperti itu (tumbuh lagi pasca operasi). Dia harus teratur suntik tapros kalo nggak salah. Dan katanya memang akan tumbuh terus. Cara menekannya adalah dengan mengubah gaya hidup (Dia diet, makan rebusan/klo goreng pake minyak canola/zaitun, olahraga teratur). Begitu mbak. Saranku, konsul dengan beberapa dokter kandungan dan tanyakan detil apa treatment terbaik untuk kista mbak. Aku waktu itu sampe ke 3 dokter yang menyatakan harus laparatomi barulah aku eksekusi operasi. Mudah-mudahan membantu ya mbak komennya. Semoga sehat-sehat terus mbak Vita:)

Ntan fallah said...

Hai mbak aku suka banget sama sharing nya mbak... Sebenernya aku sejak 2011 salah satu pasien d rs hermina depok. Sudah 2x melairkan dengan ptoses caesar disana. Namun setahun kebelakang saya setiap hari kesekian menstruasi ( maaf ) samapai semingguan bahkan lebih seleaai perut kiri bawah sakitnya luarrrr biasa. Bukan mulas atau nyeri biasa tapi seperti di tusuk2, di sayat2... Kalau saya browsing dan tanya2 ke teman yg ada riwayat kista, koq gejala dan yg d rasa sama seperti keluhan saya. Hanya saja -+ setahun ini saya cek ke dokter kandungan, penyakit dalam sampai bedah hasilnya beda2... Saya sempat beralih ke dokter d rs lain namun penanganannya belum membuahkan hasil. Boleh gak mbak di info sebenarnya gejala atau keluhan yg mbak alamai seperti apa? Terimakasih sebelumnya.

Unknown said...

Aku juga baru hari ini kuret dgn dokter fahmi setelah kemarin pasang laminaria. Dokternya lucu kalo ngambek pas saya ga bisa diem krn ketakutan. Tapi baik dan perhatian gitu pas saya selesai operasi padahal saya pake bpjs juga. Saya pasien di Hermina Ciputat btw. Setelah kuret langsung bisa jalan jalan.

ied said...

Hallo mbak @ntan fallah... maaf banget-banget saya baru buka blog lagi. Kebetulan kalau keluhan berupa sakit fisik saya nggak ada. Tapi haid saya saja yang tidak teratur mbak. Setelah saya selesai operasi itu sempat dinyatakan PCO, entah juga apa ada kaitannya dengan kista itu.

Hallo juga mbak @cornelia septyani syukurlah mbak bisa cepat pulih ya. Iya... termasuk dokter yang saya respect itu dokter fahmi. Walaupun pasien tapi jadi nggak enak gitu mikir dokternya dibayarnya gimana soalnya case ku operasinya pake sekalian usus buntu

Mahkota Surabaya said...

Selamat siang, perkenalkan saya danang sefdyanto perwakilan Mahkota Medical Centre Surabaya Rep Office. kami adalah salah satu perwakilan di jawa timur. kami siap membantu dan memberikan:
1. informasi seputar mahkota dan malaca malaysia
2. informasi fasilitas & kesehatan
3. Appoitment dokter dan arange perjalanan sampai akomodasi
4. Second opinion langsung dari Dokter kami.
5. Mempermudah Claim Asuransi.
Semua pelayanan ini FREE of Charge, walaupun hanya untuk bertanya atau sekedar second opinion dari Dokter lain kita siap membantu .Jika Membutuhkan infomasi tentang Mahkota Medical Centre Melaka Malaysia, silahkan hubungi kantor perwakilan kami....
More info
Surabaya Representative Office
Mahkota Medical Centre Melaka Malaysia
Jl. Barata Jaya XIX / 31C
Surabaya 60131 - Indonesia.
WA : +6281 331777697
Email : mmcsurabayaoffice@gmail.com
Fb : https://www.facebook.com/mmc.surabaya
IG : https://www.instagram.com/mmcsurabayaoffice/?hl=en
http://mahkotamedicalcentresurabayaoffice.blogspot.co.id/